Jakarta – Organisasi hak asasi manusia Amnesty International Indonesia melontarkan kritik keras terhadap langkah kepolisian yang menangkap seorang mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) karena mengunggah meme Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Penangkapan ini memicu perdebatan publik mengenai batas kebebasan berekspresi di Indonesia.
Mahasiswa yang tidak disebutkan namanya itu ditangkap pada awal Mei 2025 setelah mengunggah gambar satir di media sosial yang menyoroti dinamika politik antara Jokowi dan Prabowo. Meme tersebut dianggap polisi sebagai bentuk penghinaan terhadap simbol negara dan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Amnesty: Bentuk Represi terhadap Kritik
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyatakan bahwa penangkapan ini adalah bentuk represi terhadap kritik politik yang sah di negara demokratis.
“Mengunggah meme, seberapapun tajam atau sinisnya, tidak seharusnya dijadikan dasar kriminalisasi. Ini adalah bentuk ekspresi yang dilindungi hukum internasional dan konstitusi Indonesia,” kata Usman.
Amnesty mendesak aparat penegak hukum untuk membatalkan segala tuntutan terhadap mahasiswa tersebut dan menghentikan praktik penggunaan UU ITE sebagai alat membungkam suara kritis, terutama dari kalangan muda dan akademisi.
Reaksi Publik dan Mahasiswa
Penangkapan mahasiswa ITB ini langsung mendapat respons luas dari publik, khususnya komunitas kampus dan aktivis kebebasan berekspresi. Tagar #BebaskanMahasiswaITB sempat trending di media sosial selama beberapa hari.
Aliansi mahasiswa lintas kampus menggelar aksi solidaritas di depan Gedung Sate, Bandung, dengan membawa poster bertuliskan “Meme Bukan Kriminal”, “Kritik Bukan Kebencian”, dan “Hapus Pasal Karet UU ITE”.
Polisi: Meme Mengandung Unsur Penghinaan
Pihak kepolisian menyatakan bahwa unggahan tersebut dianggap “berpotensi menimbulkan kegaduhan publik” dan mengandung unsur penghinaan terhadap pemimpin negara.
“Kami menindak berdasarkan laporan masyarakat dan hasil penyelidikan. Kami melihat ada pelanggaran terhadap UU ITE Pasal 27 dan 28,” ujar perwakilan dari Mabes Polri.
Namun, pihak kuasa hukum mahasiswa menyatakan bahwa kliennya tidak memiliki niat jahat, dan unggahan tersebut adalah bentuk satire politik yang umum dalam budaya demokrasi.
Desakan Revisi UU ITE Kembali Menguat
Kasus ini menambah deretan panjang warga sipil yang terjerat UU ITE karena mengunggah konten di internet. Banyak pihak kembali mendesak pemerintah dan DPR untuk merevisi pasal-pasal karet UU ITE yang dinilai multitafsir dan rawan disalahgunakan.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Komnas HAM juga menyuarakan keprihatinan serupa, menekankan bahwa negara harus melindungi ruang kritik, bukan mempersempitnya.
Penutup
Kasus meme Prabowo-Jokowi ini menjadi sorotan nasional dan internasional, memunculkan pertanyaan besar tentang masa depan kebebasan berekspresi di Indonesia, terutama menjelang transisi politik pasca-Pemilu 2024.
Apakah kritik visual seperti meme akan terus dikriminalisasi, atau justru menjadi pemicu lahirnya demokrasi yang lebih sehat dan terbuka?