Manipulasi Opini di Ruang Digital Ancam Demokrasi, Pengamat: Masyarakat Sipil Jadi Harapan

Ruang Digital

Manipulasi opini di ruang digital telah menjadi ancaman serius bagi demokrasi di Indonesia. Para pengamat menyoroti peran algoritma media sosial yang menciptakan ruang gema (echo chambers) dan polarisasi afektif, memperkuat keyakinan yang sudah ada dan mempersulit dialog antar kelompok.

Prof. Merlyna Lim dari Universitas Carleton menjelaskan bahwa algoritma media sosial tidak hanya membentuk ruang gema, tetapi juga menciptakan jebakan kapitalisme komunikasi di mana ekspresi personal diperdagangkan demi likes dan shares. Ia menekankan bahwa dalam menghadapi tsunami disinformasi dan manipulasi opini publik, masa depan demokrasi digital sangat bergantung pada siapa yang mengendalikan teknologi, serta sejauh mana masyarakat mampu membangun institusi dan norma yang menjunjung deliberasi terbuka dan inklusif.

Pengamat politik dari Universitas Diponegoro, Wijayanto, menekankan pentingnya membangun literasi digital yang transformatif agar masyarakat dapat lebih kritis dalam membaca konten media. Ia juga menyoroti bahwa manipulasi opini publik dengan memanfaatkan sentimen identitas di media sosial telah terbukti mengancam kualitas demokrasi.

Untuk mengatasi tantangan ini, kolaborasi antara pemerintah, platform media sosial, dan masyarakat sipil menjadi kunci. Langkah-langkah strategis yang dapat diambil meliputi peningkatan literasi digital, penetapan regulasi kampanye politik di platform digital, dan penguatan peran masyarakat sipil dalam mengawasi dan menanggapi disinformasi.

Dengan upaya bersama, diharapkan ruang digital dapat menjadi arena yang sehat untuk pertukaran ide dan memperkuat demokrasi di Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *