Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Prof. Abdul Mu’ti, menekankan pentingnya adab digital di era informasi saat ini. Beliau mengingatkan para guru untuk bijak dalam menggunakan media sosial, mengingat banyaknya konten yang hanya mengejar sensasi dan viralitas tanpa memperhatikan kebenaran informasi .
📌 Buzzer dan Dampaknya
Fenomena buzzer di media sosial sering kali digunakan untuk menyerang individu atau kelompok tertentu dengan tujuan tertentu. Meskipun tidak ada peraturan yang secara tegas melarang keberadaan buzzer, setiap perbuatan buzzer yang dilakukan melalui internet atau media sosial tetap tunduk pada ketentuan dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan perubahannya .
Penyebaran hoaks dan ujaran kebencian oleh buzzer dapat merusak kedamaian sosial dan merusak iklim demokrasi. Dampak negatif dari kegiatan buzzer politik antara lain menyebarkan hoaks, mempengaruhi opini publik secara manipulatif, polarisasi sosial, dan merusak kepercayaan pada media sosial .
⚖️ Tindak Pidana dan Hukuman
Buzzer yang melakukan perundungan atau penyebaran informasi palsu dapat dijerat dengan hukum. Cyberbullying, sebagai bentuk intimidasi menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, dapat dikenakan sanksi sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan, seperti penghinaan atau pencemaran nama baik, berdasarkan UU ITE dan KUHP .
Penyedia jasa buzzer dan klien yang memerintahkan serangan juga dapat dipidana sebagai pelaku tindak pidana, sesuai dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 20 UU 1/2023, yang menyatakan bahwa baik orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan dipidana sebagai pelaku tindak pidana .
🛡️ Pentingnya Literasi Digital
Untuk melawan serangan buzzer dan informasi palsu, literasi digital publik menjadi kunci. Masyarakat perlu memahami etika digital, mengenali hoaks, dan menggunakan media sosial secara bijak. Pendidikan etika digital harus diterapkan untuk menanggulangi fenomena buzzer politik di era modern